Tinjauan Linguistis Penggunaan Terminologi Kebahasaan di Sekolah Dasar: Revolusi Berpikir dengan Belajar dari Siswa

  • Deni Wardana Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Serang
  • Widjojoko Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Serang
  • Ani Novia Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Serang
  • Rika Ar N Nurazka Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Serang
Keywords: Linguistik, Terminologi, Revolusi Berpikir

Abstract

Bahasa merupakan salah satu dari sembilan kecerdasan anak. Bahasa atau pembendaharaan kata yang anak dapatkan dipengaruhi oleh lingkungan belajar. Anak belajar meniru ucapan yang dituturkan oleh orang dewasa dan terkadang mereka hanya sekadar meniru tanpa tahu
artinya. Di Sekolah Dasar (SD), siswa diperkenalkan dengan berbagai penamaan dan terminologi. Setiap terminologi yang siswa dapatkan
merupakan sesuatu yang baru bagi siswa—baik itu terminologi yang menurut guru mudah maupun sukar. Di SD kelas tiga, empat, dan lima
ditemukan istilah kebahasaan yang kurang sesuai dengan terminologi linguistik, yaitu penggunaan istilah imbuhan, awalan, sisipan, akhiran, dan lain-lain. Secara linguistik, seharusnya digunakan terminologi afiks, prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Istilah seperti afiks, prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks tersebut sering dihindari oleh para guru dengan anggapan penggunaan istilah imbuhan, awalan, sisipan, dan akhiran akan lebih mudah diingat dan dipahami siswa daripada istilah afiks, prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Hal ini bukan hanya berdampak salahnya penggunaan istilah, melainkan salahnya memahami konsep linguistik. Penggunaan istilah yang salah tidak hanya terjadi pada siswa SD, tetapi masih ada mahasiswa yang belum mengetahui penggunaan terminologi yang sesuai dengan terminologi linguistik yang benar. Penggunaan terminologi yang berbeda akan menimbulkan permasalahan yang akan dialami siswa ketika akan melanjutkan pada level yang lebih tinggi, sehigga kesamaan terminologi yang digunakan pada setiap level pendidikan harus diterapkan. Dengan demikian, setiap lembaga pendidikan dan penerbit buku hendaknya mampu dan berani melakukan revolusi berpikir dengan belajar dari siswa. Belajar dari siswa berarti memahami “karakter belajar” siswa dan mampu memperlakukannya dengan sikap yang benar.

Published
2019-12-25