HARMONISASI ADAT MATRILINEAL DAN ISLAM DALAM ROMAN BAKO KARYA DARMAN MOENIR: MEROMBAK TRADISI BUDAYA MINANGKABAU DALAM SASTRA INDONESIA
Abstract
Minangkabau, tidak hanya dikenal sebagai masyarakat matrilineal terbesar di dunia, namun juga salah satu suku bangsa di Indonesia yang menjadikan Islam sebagai pedoman dalam hidup bermasyarakat. Sebagaimana terlihat dalam pepatah ideologi Minangkabau Adaik basandi Syarak, Syarak basandikan Kitabullah (Adat bersendi Syarak, Syarak bersendikan Kitabullah). Hubungan dua nilai yang memiliki karakter bertentangan, yaitu Adat yang matrilineal dan Islam yang patriarki, telah menjadi sumber inspirasi para sastrawan. Roman Bako, pemenang utama sayembara penulisan roman Dewan kesenian Jakarta tahun 1980, karya Darman Moenir (27 Juli 1952-30 Juli 2019) melanjutkan tradisi pendahulunya, para sastrawan Indonesia keturunan Minangkabau, namun dari sisi berbeda. Dengan mengunakan pendekatan sosiologi sastra, yang melihat adanya keterkaitan antara masyarakat dan sastra yang dihasilkannya, metode deskriptif-analitis dalam pengumpulan data,dan teori Gliner dan Raines (1971) sebagai pisau analisis, hasil kajian menunjukan bahwa Moenir, penerima anugrah Hadiah Sastra dari Pemerintah Indonesia tahun 1992, mengunakan karyanya sebagai tanggapan terhadap isu-isu sosial yang juga menjadi bagian dari dirinya dan masih relevan hingga saat ini, yaitu tarik menarik nilai-nilai Adat dan Islam dalam kehidupan individu Minangkabau. Selain itu, berbeda dengan pendapat peneliti terdahulu (1994), yang melihat roman ini sebagai bentuk pemberontakan terhadap Adat, hasil kajian menunjukan bahwa karya ini menampilkan bagaimana nilai-nilai Adat matrilineal dan Islam saling mengisi dengan harmonis dalam keseharian hidup masyarakat Minangkabau.